03 Desember 2010

Saya Malu

Lulus dari perguruan tinggi ternama memang boleh jadi suatu kebanggaan
Kalau menurut saya, bangga itu wajar, contohnya: masak ga boleh bangga jadi lulusan hukum dr harvard? (Hahaha, ini cm contoh, saya ga nyampe masuk harvard lol)

Dan mungkin karena embel2 ternama itu, kita menjadi angkuh dan memandang rendah orang lain. Well, ga terjadi pada semua orang sih. Tapi pasti kan ada rasa itu?

Saya dokter yg bekerja di satu RS di daerah yang sangat minim, minim dalam maksud hanya ada dokter umum disitu, dokter spesialis hanya ada 3 dan tidak setiap hari standby dirumah sakit. Saya berkerja dengan sejawat senior dokter umum saya,dan tidak satupun dr mereka yg satu alamamter dengan saya dan teman2 saya. Ya, kesombongan itu ada. Tidak jarang saya mengerutkan dahi pada terapi yang mereka berikan, dan membahas ke "tidak cocokan" terapi tersebut dengan teman2 saya. Tapi saya mendapat teguran keras hari ini.

Salah satu teman saya merujuk satu pasien syok kardiogenik ke pusat rujukan ternama di jakarta barat. Karena syok kardiogenik disertai dengan MCI, kami hanya menangani tatalaksana awal lalu bersiap untuk merujuk pasien ke RS dengan fasilitas reperfusi yang lengkap dan dokter jantung yang terkenal dengan skillnya yg mumpuni. Saat saya dengar akan dirujuk ke RS tersebut, dalam hati saya tersenyum, pasien ini akan mendapat terapi MCI yang benar2 sesuai dengan guideline internsional.

Apa yg terjadi? Hari ini saya mendengar kejadian yg membuat saya malu sebagai almamater univ. Dimana saya belajar. Pusat rujukan tersebut juga termasuk pusat pendidikan dokter spesialis, yang juga dimana hanya terdapat "orang2 terpilih" disana. Mereka memarahi perawat yg teman saya kirim karena dosis dopamin yang tmn saya berikan salah, menurut mereka (yah mungkin). Saya dan teman2 melihat textbook rujukan, buku standar pelayanan medis yang dibuat oleh Spesialis penyakit dalam kami dan itu sesuai dengan apa yg kami berikan. Kondisi hemodinamik pasien saat itu stabil,menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan pertama kali pasien tersebut datang dan pasien selamat sampai ke RS tujuan tersebut.

Yah, setiap RS mempunyai standar pelayanan medis yg berbeda, mungkin dokter2 tersebut menggunakan referensi sangat baru yg belum dipublikasi secara luas. Tapi bukan itu yang membuat saya malu. Tapi perlakuan mereka terhadap perawat yang kami kirimkan. Berbagai cacian seperti "rumah sakit ga berpendidikan", "robot2 ga berpendidikan" dilontarkan oleh dokter2 pintar tersebut tanpa memberikan koreksi terhadap tatalaksana yg kami berikan. Saya malu. saya pernah bekerja sebagai koas di RS tersebut, saya tahu, dokter2 yg notabene satu almamater dengan saya itu mempunyai skill yg tidak perlu dipertanyakan. Tapi kenapa begitu mereka memperlakukan orang lain? Mungkin mereka terlalu banyak jaga, atau sedang dimarahi konsulen, sehingga saat satu perawat daerah tidak bersalah datang mereka melihat sasaran stress yang dipendam... Mungkin. Siapa tahu?. Ternyata seorang dokter tidak hanya cukup pintar, tapi cara mereka memperlakukan sejawat, paramedis dan pasien juga sangat penting.

Saya malu. sebagai lulusan alamamater yg sama, saya malu karena perlakuan mereka terhadap perawat. Saya juga pernah mengalami pengalaman tidak mengenakan di RS tersebut. Saat ayah saya dirawat karena penyakit jantungnya, seorang dokter "terbaik" berhasil melakukan suatu prosedur, hasilnya ayah mengalami satu komplikasi yang kata dokternya "sangat jarang ditemukan" sebelumnya dengan sangat percaya diri beliau berkata "I'm the best, don't worry".

Teguran yg saya dapatkan saat ini adalah ternyata tingkat pengetahuan bukan suatu hal mutlak yg dibutuhkan seorang dokter, dokter harus menghargai sejawatnyaa, rekan kerjanya dan pasiennya.

Semoga saya dapat menjadi dokter yang baik untuk pasien dan rekan-rekan kerja saya.

1 komentar:

ernadia mengatakan...

ndri gw baru baca yg ttg H**K** ini..
ini mengingatkan gw sama omongan ibunya kakak ipar gw, bahwa dokter2 almamater kita itu dididik utk sombong. dari sekolahnya aja udah dididik sombong, makanya nantinya kalo lulus pun sombong.
gw sedih, marah, sakit hati. karena kakak ipar gw itu jg satu almamater kita.
mudah2an kita ga jadi org seperti itu.